SURAT TERBUKA
Masihkah Pancasila dan UUD 1945 berlaku di BPK?
Kepada Yth;
Bapak/Ibu Anggota BPK RI
Dengan Hormat,
Sebagai warga negara yang masih dalam tahap belajar untuk mencari makna, pengertian dan pemahaman Pancasila dan UUD 1945 Alinea Ke 4 ijinkan saya bertanya, Apakah Bapak/Ibu Anggota mengamalkan Pancasila dan UUD 1945, serta patuh terhadap UU No 15 Tahun 2006 dalam pencalonan dan Pemilihan Anggota BPK? Dan apakah Bapak/Ibu Anggota dalam melaksanakan Tugas dan Wewenang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, serta UU No 15 Tahun 2006 Tentang BPK pasal 6, 7, 8, 9, 10, 11? Hal ini sangat perlu bagi saya, mungkin juga bagi seluruh rakyat agar mengerti dan paham bagaimana cara menghayati dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 disaat memiliki kedudukan atau jabatan, Mengingat BPK sebagi ujung tombak penyelamatan Keuangan Negara.
Undang-undang nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan adalah Amanah UUD 1945 pasal 23E ayat (1); Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Adapun sebagai bahan pertimbangan Pemerintah dan DPR membuat UU nomor 15 Tahun 2006 adalah; bahwa keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintah negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil, Makmur dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Namun saat ini Anggota BPK, lebih dikuasai kader partai politik dan kelompok tertentu daripada propesional serta ASN yang membangun karirnya di BPK. Situasi ini suatu bentuk usaha dan upaya untuk melemahkan fungsi BPK dalam menyelamatkan keuangan negara, dan sepertinya niat dan usaha partai dan kelompok tersebut sudah berhasil bila disesuaikan dengan kondisi yang terjadi saat ini di BPK, beberapa ASN dan auditor BPK saat ini tersandung kasus korupsi yang sedang dalam proses dan penanganan penegak hukum, namun tidak menyentuh dalang utamanya yaitu Anggota BPK sebagai penanggung jawab pemeriksa. Beberapa kasus hukum yang sangat ngetrend yang melibatkan Anggota dan Auditor BPK adalah kasus suap dalam pemeriksaan keuangan serta pemberian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dengan demikan seluruh hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK semenjak kader partai menguasai BPK diragukan keabsahan dan kebenarannya, sebab ketika terjadi suap dalam pemeriksaan dan penyerahan WTP seharusnya yang bertanggung jawab penuh adalah anggota, mengingat penanggung jawab dalam pemeriksaan adalah anggota. Sayangnya setiap kasus suap-menyuap yang melibatkan BPK yang menjadi tumbal hukum hanya ASN golongan rendah yang tidak memiliki kekuatan untuk mengatakan hal yang sejujurnya,
Bukan kah seharusnya BPK bebas dan mandiri sesuai dengan Amanah pasal 23E ayat (1)? Sesuai fakta dan data beberapa Anggota saat ini mantan Anggota DPR RI, bahkan ada anggota BPK saat ini yang masih menjabat Anggota DPR Komisi XI saat ikut dalam pencalonkan dan pemilihan menjadi Anggota BPK. Wajarlah kalau beliau terpilih sebab yang melakukan pemilihan Anggota BPK adalah komisi XI, tentu harus ada ijin dan dukungan dari Partai Politik. Dan yang sangat bahaya saat ini, ada anggota yang dalam pemilihannya bekhianat terhadap Pancasila dan UUD 1945 serta UU No 15 Tahun 2006, bisa terpilih dan ditetapkan jadi anggota, namun Bapak/Ibu Anggota BPK yang aktif dan menjabat tidak memberikan masukan terhadap DPR maupun Presiden bahwa pemilihan dan penetapan yang dilakukan tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 serta UU No 15 Tahun2006, bahkan Bapak/Ibu Anggota memberikan kepercayaan terhadap yang bersangkutan untuk menduduki Anggota I yang membidangi Lembaga hukum bukankah hal tersebut outside ataupun conflict of interest?
Sesuai dengan fakta dan data bahwa salah satu dari Anggota BPK yang sedang menjabat saat ini keberadaannya cacat hukum karena berkhianat terhadap Pancasila dan UUD 1945, serta UU nomor 15 Tahun 2006 pasal 13 huruf j dalam seleksi pencalonan anggota BPK, atas nama Nyoman Adhi Suryadnyana. Angota BPK terpilih periode 2021-2026. Sebab pada saaat Nyoman Adhi mendaftar menjadi calon anggota BPK beliau sedang bertugas di Bea dan Cukai sebagai Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Selatan, mulai Tanggal 18 Desember 2019. Sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasaan dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya Pabean C Manado, sesuai dengan UU No 15 Tahun 2006 pasal 13 huruf j; paling singkat telah dua (2) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara, Maka Saudara Nyoman sampai pada Desember 2019 masih sebagai pejabat pengguna anggaran. Dengan demikian saudara Nyoman tidak berhak untuk mendaftar ataupun terpilih menjadi Anggota BPK. Kenapa Bapak/Ibu anggota BPK tidak protes atau memberikan masukan kepada DPR dan Presiden bahwa pemilihan dan penetapan Nyoman bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta UU No 15 Tahun 2006?
Dengan demikian wajarlah kebocoran keuangan negara semakin besar serta menjamurnya kasus korupsi di negara ini, tidak ada lagi Lembaga ataupun instansi yang dimiliki pemerintah negara Indonesia yang tidak tersentuh virus korupsi, ternyata dikarenakan Lembaga Badan Pemeriksa Keuangan telah dilemahkan dan dihancurkan demi kepentingan pribadi, kelompok dan partai untuk merongrong keuangan negara.
Mungkin pemahaman saya yang bodoh atau salah dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara, menurut pemikiran saya bahwa Pancasila adalah asas kepatutan, kepantasan dan kelayakan dalam menjalankan pasal demi pasal UUD 1945 serta seluruh perundang-undangan agar semua kebijakan dan keputusan memiliki moral dan itikad yang baik. Demikian juga pemahaman saya terhadap pasal 23E UUD 1945 ayat (1); untuk memeriksa pengelolaan keuangan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Pemahaman saya tentang kata bebas dan mandiri adalah bebas dari partai politik, tidak ada tekanan dan campur tangan anggota DPR serta pemerintah, sementara mandiri menurut pemahaman saya sesuai dengan aturan yang berlaku untuk menyelamatkan keuangan negara demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia agar tujuan rakyat mendirikan pemerintah negara Indonesia sesuai dengan Alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 supaya cita-cita seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud dalam waktu yang singkat, terstruktur dan terukur. Sementara menurut Bapak/Ibu bahwa kalimat bebas tersebut adalah sesuka hati dan semaunya sesuai selera anggota BPK, sementara mandiri adalah mengambil keputusan sesuai kehendak dan keinginan. Demikian juga pemahaman Bapak/Ibu terhadap Pancasila dan UUD 1945 ternyata sangat jauh berbeda dengan pemahaman saya.
Maafkan atas kebodohan saya berpikir dan berpendapat dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila, serta UUD 1945, namun saya mengamini bahwa kemerdekaan yang diraih saat ini murni karena rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan keinginan luhur seluruh rakyat Indonesia, agar terlepas dari derita penjajahan. Kalaupun situasi dan kondisi negara seperti yang terjadi saat ini lebih disebabkan ketamakan serta menjalankan tugas sesuai selera masing-masing, serta tidak dapat dan mampu menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara tulus dan benar.
Sedih dan miris hati ini melihat sikap dan perilaku Bapak/Ibu Anggota BPK yang saat ini sedang duduk disinggasana menikmati kekuasaan dengan penjajahan dan kezoliman.
Sebagai akhir dari surat terbuka ini, ijinkan saya mengutip pesan Bung Karno sebagai penggagas Pancasila yang sekaligus Founding Father negara Indonesia dengan harapan Bapak/Ibu Anggota BPK yang saya muliakan menyadari dan mensyukuri kemerdekaan yang kita dapatkan hari ini, serta mengisi kemerdekaan itu dengan tujuan-tujuan yang mulia, tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama dan golongan, demi terwujudnya cita-cita serta tujuan seluruh rakyat mendirikan pemerintah negara indonesia;
“Oleh karena itu, saudara-saudaraku: hidupkanlah Kembali idealismemu tinggi-tinggi! Kebebasan yang kita alami sekarang ini, kebebasan yang masih dalam pertumbuhan, kebebasan yang belum menap, kebebasan yang belum “anteng” kebebasan yang kita alami sekarang ini mengandung bahaya didalamnya. Kalau tidak kita sertai kebebasan itu dengan idealisme Bersatu bangsa, Bersatu tanah air, Bersatu Bahasa, Bersatu negara, idealisme yang menyala-nyala, kalau tidak kita sertai kebebasan itu dengan gemilangnya laksana bintang dilangit, maka pasti ego-sentrisme akan bercakrawati samasekali, dan pasti kebebasan itu hanya akan menimbulkan perpecahan dan desintegrasi belaka!” (Dibawah Bendera Revolusi hal 302)
Semoga Bapak/Ibu Anggota masih memiliki sanubari dan budi pekerti dalam menjalani kehidupan kedepan.
Silahkan Rakyat berpendapat dan mengambil sikap serta keputusan.
MERDEKA, SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA
Jakarta, 24 Juli 2022
Teriring salam
Tomu Augustinus Pasaribu. S.H, M.H.