[JAKARTA] Tim Lima akan menyerahkan tiga nama anggota pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jakarta, Kamis (1/10). Selain nama, tim juga memberikan rekomendasi terkait hukum acara dan hubungan antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan.
Hal itu disampaikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution di kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Rabu (30/9). Kemarin, dia mendengarkan aspirasi sejumlah pegawai KPK bersama tiga anggota tim lainnya, yaitu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, Menteri Hukum dan HAM Andi Matalatta, dan mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Anggota tim lainnya, Todung Mulya Lubis berhalangan hadir.
“Kami tidak melihat alasan Presiden akan menolak, karena dia memberi kepercayaan penuh kepada tim. Jadi, tidak logis dan tidak etis ditolak,” kata Adnan kemarin. Menurutnya, pemilihan tiga nama itu sudah final. Dia mengakui, salah satu pimpinan sementara berasal dari kalangan internal KPK.
Di pihak lain, Andi Mattalatta menyebutkan, pimpinan sementara KPK sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan tim. Pertama, sesuai Pasal 29 UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Kedua, orang yang bisa langsung bekerja dan diterima oleh internal KPK. Ketiga, tidak memiliki hambatan psikologis secara personal dengan pegawai KPK. Keempat, bisa diterima dan dianggap pantas oleh pasar dan masyarakat, sehingga tidak ada kesan dikooptasi.
Secara terpisah, Todung mengatakan, dari 100 nama calon, pihaknya menyaring hingga sepuluh nama sampai mengerucut pada tiga nama itu. Tiga calon orang itu menyatakan kesediaan mereka. “Mereka meminta jaminan tidak ada upaya kriminalisasi terhadap kewenangan Plt dan ada perbaikan hukum acara di KPK,” ujarnya.
Sedangkan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Plt Pimpinan KPK yang dikeluarkan Presiden SBY sangat kontroversial. Namun, masyarakat diminta untuk mendukung perppu itu. “Sekarang sudah jadi, sudah dikeluarkan. Jadi, sudah setara dengan undang-undang dan harus dijalankan. Kita harus dukung Perppu itu,” ujarnya.
Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) menilai, lahirnya Perppu Nomor 4/2009 tentang Perubahan UU Nomor 30/2002, selain melemahkan KPK, juga melanggar konstitusi. Sebab, soal kekosongan pimpinan KPK telah diatur dengan jelas dalam UU Nomor 30/2002. UU itu menegaskan, Presiden harus mengusulkan beberapa nama ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Masih Lemah
Direktur Eksekutif KP3-I Tom Pasaribu menyatakan, permasalahan yang terjadi saat ini antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan menunjukkan kenyataan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Presiden, ujarnya, harus mengusulkan nama ke DPR untuk mendapatkan persetujuan dengan menyaring terlebih dahulu nama-nama kandidat melalui panitia seleksi yang terdiri dari masyarakat dan pemerintah.
Ketua DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Djonggi M Simorangkir mengatakan, KPK dibentuk karena lembaga hukum, seperti Polri dan Kejagung, belum bekerja secara maksimal. “Kalau kedua lembaga ini berfungsi dengan baik, KPK lebih baik dibubarkan. Tapi, kita harus jujur bahwa hingga saat ini kedua lembaga tersebut belum maksimal,” katanya.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan, pihaknya tidak dalam kondisi memihak terkait perseteruan yang terjadi antara KPK dan Polri. MK juga tidak akan menjadi mediator dalam konflik dua lembaga penegak hukum tersebut.
Selain itu, Presiden juga harus memberi jaminan tidak ada kriminalisasi terhadap pimpinan KPK setelah terpilihnya Plt pimpinan. “Jaminan ini akan membuat para pimpinan KPK dapat bekerja maksimal tanpa ada kecemasan bahwa akan ada kriminalisasi terhadap mereka,” katanya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Bandung, Bagir Manan menyatakan, Perppu Nomor 4/2009 prematur. “Terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan kalau hanya inilah jalan keluar,” ujarnya.
Dikatakan, peraturan hukum itu hanya bisa dikeluarkan dalam kondisi memaksa atau memenuhi syarat sebuah negara dalam kondisi darurat. Bagir menilai, jika Plt pimpinan KPK benar-benar sudah terpilih, maka akan banyak persoalan yang timbul.
Mantan Ketua Mahkamah Agung itu mengatakan, perppu hanya bisa diberlakukan untuk bidang-bidang pemerintahan. “Sementara itu, yang menyangkut DPR, lembaga peradilan, dan lembaga independen, tidak boleh. Jika dilakukan, ini berarti presiden diberi kewenangan mencampuri urusan tiga lembaga tersebut. Nah, KPK itu lembaga independen,” katanya. [153/J-9/M-16/C-4/C-5]