Panas dan ganasnya menjelang pemilu dan pilpres tahun 2024 dikarenakan ketidak hati-hatian dalam membuat kebijakan pada saat berkuasa, serta tidak adanya kemampuan diri untuk melawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dalam menjalankan roda pemerintahan, akhirnya melahirkan ketakutan yang luar biasa, sehingga memaksa diri untuk menjadi tamak terhadap kekuasaan. Ketakutan tersebut menimbulkan keangkuhan serta percaya diri yang berlebihan yang berimbas menjadi terhadap tatanan, proses maupun aturan dan peraturan.
Anggota DPR yang dilahirkan dari rahim partai untuk melakukan kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan terjebak dan terlena dengan nikmatnya pembagian kue yang disajikan pemerintah. Melihat lezatnya adonan yang dimiliki pemerintah membuat nafsu Anggota DPR untuk turut serta secara langsung turut mengatur, menentukan, memutuskan serta menetapkan bahan-bahan adonan kue yang akan disajikan, akhirnya fungsi kontrol yang dimiliki DPR tidak dapat berjalan dengan baik, karena rasa takut atas keterlibatan yang begitu jauh dalam pembuatan kue, fungsi kontrolpun tidak berani dilakukan ketika roda pemerintahan tidak berjalan sesuai dengan Pancasila, Pembukaan serta pasal demi pasal UUD 1945, anggota DPR menjadi diam seribu bahasa.
Sementara partai politik yang diharapkan sebagai ujung tombak ataupun ibu dari anggota DPR tidak dapat berbuat banyak, disebabkan seluruh anggota yang dilahirkan memiliki kewajiban yang harus disisihkan dari upah yang didapatkan, disamping harus membantu partai pada saat membutuhkan pengeluaran disetiap ada acara. Hal tersebut membuat partai menjadi macan ompong terhadap kadernya yang ada di DPR, terkecuali kadernya terkena OTT, maupun melakukan pelanggaran berat terhadap AD/ART.
Partai politikpun akhirnya tidak berani tegas, dan menolak kebijakan, ataupun keputusan pemerintah yang telah berseberangan dengan Pancasila, Pembukaan serta pasal demi pasal UUD 1945. Apakah karena partai dapat anggaran dari APBN setiap tahunnya, atau karena partai sudah menguasai beberapa lembaga negara? Hanya partai yang tau secara pasti kenapa tidak berani menolak secara tegas terhadap kebijakan pemerintah yang telah menyimpang dari asas dan konstitusi.
Kuatnya nafsu untuk memenangkan Pilpres tahun 2024, memaksa untuk menciptakan beberapa skenario kecurangan yang harus dilaksanakan untuk meraih kemenangan, sesuai dengan pengalaman pemilu dan pilpres yang sebelumnya. Namuan tidak mungkin mengulang skenario yang terdahulu karena sudah diketahui lawan politik maupun rakyat. Untuk mendukung skenario kecurangan yang dibungkus atas nama demokrasi maka dibutuhkan kebijakan-kebijakan sebagai alat pelindung terhadap skenario kecurangan, dengan membentuk organ melalui aparat kepolisian agar memiliki payung hukum. Yang berfungsi untuk memberikan rasa takut ataupun mengarahkan rakyat untuk memilih salah satu Capres yang sudah ditentukan.
Pada Tahun 2019, salah satu skenario yang digunakan melalui Kepolisian adalah mengganti seragam Satpam dari putih-biru menjadi warna coklat yang mirip dengan dinas kepolisian, skenario tersebut dianggap berhasil mendulang suara Satpam seluruh indonesia, kalaupun dibuat kajian target dari kebijakan tersebut adalah mencari keuntungan dari perusahaan, kalau untuk mendulang suara sepertinya satpam yang ada diseluruh indonesia sangat mudah diarahkan untuk memilih salah satu Capres melalui pemilik perusahaan, karena pemilik perusahaan tersebut dikuasai politikus, koperasi kepolisian, maupun anggota polri yang aktif dan yang sudah pensiun. Menjelang Pemilu dan Pilpres tahun 2024 Polisi ingin membentuk Polisi RW diseluruh Indonesia, sebagai alat baru untuk melakukan kecurangan pemilu dan pilpres. ( mirip benar pada saat Pilkada DKI 2017 hanya pola yang berbeda), sayangnya Polri lupa bahwa kebijakan tersebut harus mendapat persetujuan dari komisi 3 DPR, sehingga pembentukan polisi rw yang dilakukan oleh Polri sebuah penghianatan terhadap Konstitusi.
Sikap Kepolisian Republik Indonesia untuk membentuk polisi rw, mendapat respon dari Tentara Nasional Indonesia sebagai garda terdepan dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai organisasi pemerintahan yang dianggap masih tegak lurus terhadap Pancasila dan UUD 1945, dengan sigap TNI membentuk Kodam diseluruh Provinsi yang ada, sebagai penyeimbang ataupun menjadi alat pemukul terhadap polisi rw yang dibentuk, bila fungsinya hanya digunakan sebagai alat untuk melaksanakan kecurangan dalam pemilu dan pilpres, ataupun melakukan tekanan terhadap pemilih.
Tidak ada pilihan bagi TNI saat ini untuk tidak berbuat dan bergerak untuk menyelamatkan kesatuan dan persatuan bangsa yang sudah diusik melalui Pilpres mulai tahun 2014, Pilkada DKI tahuin 2017, serta Pilpres tahun 2019, apapun ceritanya sudah benar dan tepat TNI mengambil sebuah strategi untuk mengimbangi segala skenario dalam kecurangan Pemilu.
Kalau saya berpendapat sudah sebaiknya militer mengambil alih pemerintahan sebagai bentuk penyelamatan Konstitusi dan Negara, sebelum tercipta sebuah kerusuhan. Sebab situasi yang terjadi saat ini melalui desakan Presiden 3 periode yang terus dipaksakan, melalui organ-organ yang dipelihara akan memaksa terjadinya gesekan ditengah masyarakat. Dan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi juga gesekan antara TNI dan Polri pada pemilu tahun 2024, dikarenakan tujuan yang berbeda, Polri memiliki tugas untuk memenangkan salah satu calon presiden dengan segala cara, sementara TNI melindungi rakyat dalam mengikuti pemilu dan pilpres. Apakah rakyat akan memberikan hak suaranya atau tidak menjadi keputusan pribadi rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang merdeka, hal tersebutlah yang perlu dilindungi oleh TNI. Sementara polisi rw memiliki kesempatan yang sangat luas untuk melakukan penekanan dan mengarahkan rakyat pemilih, serta merubah hasil perhitungan suara disetiap rw dan dusun.
Namun apapun yang menjadi keputusan TNI untuk menyelamatkan Bangsa dan Negara beserta seluruh rakyat dari ancaman pemilu dan pilpres yang sudah dipersiapkan dengan segala skenario kecurangan patut didukung dan dihargai dengan baik, sebagai masukan bila memang sudah sangat membahayakan dan mengancam keselamatan rakyat sebaiknya TNI mengambil alih pemerintahan dengan kudeta tidak berdarah, saya siap mendukung sepenuh.
“Tjelakalah sesuatu Revolusi jang disarangi oleh orang munafik. Karena itu, djebollah kemunafikan dimana ada, tendang-keluarlah kemunafikan dari segala pendjuru” (Dibawah Bendera Revolusi hal 596)
Bandung Lautan Api, 22 Mei 2023
Tompas S.H, M.H.