Kewenangan Pemerintahan Negara Indonesia terdiri dari Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, dimana masing-masing memiliki tugas serta peran masing-masing untuk menjalankan tugas sesuai dengan Pancasila, Pembukaan serta pasal demi pasal UUD 1945. Pembagian kewenangan yang diberikan bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam roda pemerintahan, serta saling menyerobot kewenangan, dengan demikian pemerintah dapat bekerja dengan fokus sesuai peran masing-masing untuk mewujudkan cita-cita rakyat.
Secara spesifik keberadaan partai tidak diatur dalam Pembukaan ataupun dalam pasal UUD 1945 tentang keberadaan partai. Namun dalam UU No 2 Tahun 2008, yang telah diubah dengan UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai. Bahwa yang dimaksud dengan partai adalah; organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara indonesia secara sukarela dan untuk membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Adapun tujuan umum seluruh partai yang ada yaitu;
- Mewujudkan cita-cita nasional bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945
- Menjaga dan memelihara keutuhan NKRI
- Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjungjung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI; dan
- Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
Fungsi Partai Politik;
- Memberikan pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
- Menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
- Sebagai sarana untuk menyerap, menghimpun, serta menyalurkan aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan pemerintahan.
Seiring berjalannya waktu tujuan maupun fungsi partai semakin bergeser disebabkan pertumbuhan partai serta persaingan yang dihadapi sesama partai dalam merebut kekuasaan yang diselenggarakan melalui pemilu. Persaingan tersebut menciptakan ketamakan pada partai yang pada akhirnya mengubur dalam-dalam tujuan dan fungsinya yang telah diatur dalam perundang-undangan.
Partaipun menciptakan peran baru agar tetap dapat berkuasa dengan cara merebut kekuasaan dilembaga negara yang berkompeten seperti, lembaga hukum, keuangan, serta bidang sosial politik yang dinggap perlu. Perebutan lembaga negara menciptakan gesekan yang begitu keras antar partai, akibatnya timbul perseteruan antar partai dalam perebutan lembaga negara yang dianggap sangat strategis, melihat sikap partai tersebut Presiden Joko Widodopun tidak mau tinggal diam, Pak Jokopun membangun kekuatan baru dengan menguasai beberapa lembaga negara, seperti yang terjadi pada Lembaga negara dibawah ini, antara lain:
- Mahkamah Konstitusi. Keterwakilan dari Partai 3, Pemerintah 3, Profesional 3
- Mahkamah Agung; dikuasai beberapa partai
- Badan Pemeriksa Keuangan dikuasai, 3 kader PDIP, 2 kader Gerindra, 1 Demokrat, 1 Golkar, 1 dari BPK, sementara 1 orang dari Stafahli BPK yang masa periodenya berakhir tahun 2023
- Badan Intelejen Negara (BIN) dikuasai Presiden Joko Widodo dan PDIP
- Kejaksaan Agung dikuasai oleh PDIP
- Kepolisian Negara Republik Indonesia dikuasai oleh Presiden Joko Widodo
- Kementerian Dalam Negeri dikuasai oleh Presiden Joko Widodo
- Kementerian BUMN dikuasai Presiden Joko Widodo
- Menkopolhukam dikuasai Presiden Joko Widodo
- Menko Kemaritiman dan Investasi merangkap palugada dikuasai Presiden Joko
- Menteri Keuangan dikuasai Presiden Joko Widodo
- Kementerian pertahanan dan parawisata dikuasai Gerindra
- Komisi Pemberantasan Korupsi dikuasai profesional dan Partai
- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dikuasai Presiden, serta partai-partai yang memiliki keterwakilan di DPR melalui Bargaining.
- Tentara Nasional Indonesia (TNI) dikuasai oleh Presiden Joko Widodo, walaupun tidak secara menyeluruh, mengingat masih banyak TNI yang patuh dan tunduk terhadap Pancasila, serta UUD 1945.
Sementara posisi menteri lainya juga dikuasai oleh partai politik sebagai bentuk bagi-bagi kekuasaan. Hal tersbut sudah menjadi baku dalam pemerintahan rezim reformasi, walaupun hal tersebut tidak sejalan dengan UUD 1945.
Sikap partai dan pemerintah tersebut tentu sangat mempengaruhi suhu politik, hukum, dan perekonomian, dikarenakan lembaga negara yang dikuasai akan menciptakan kegaduhan yang begitu besar, disamping itu para buzzer partai dan pemerintah akan bergerak cepat membuat opini-opini untuk mendapatkan simpati dari rakyat yang tidak pro terhadap partai maupun pemerintah. Akibat ulah pemerintah dan partai tersebut kasus-kasus besar yang merugikan keuangan negara, tidak dituntaskan sesuai dengan hukum yang berlaku, sementara kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dibebankan kepada seluruh rakyat melalui pemungutan pajak seperti kasus;
- Korupsi Rp 349 triliun di Kemenkeu
- Kasus import emas batangan Rp 47,1 triliun
- Kasus pembelian emas 7 ton senilai Rp 2.7 triliun
- Kasus pengadaan Helikopter di Mabes Polri senilai Rp 2.5 triliun
- Kasus ilegal tambang emas
- Kasus ilegal tambang nikel
- Kasus ilegal tambang batubara
- Kasus ilegal loging
- Kasus Pembunuhan Brigadir J
- Kasus Satgas Merah Putih ditubuh Polri
- Kasus 303
- Kasus indikasi Korupsi di BIN
- Kasus korupsi Kominfo
- Kasus kebocoran rahasia OTT di KPK
- Kasus 1000 Bus way
- Kasus korupsi Sumber Waras
- Kasus Formula E
- Kasus Kereta Cepat
- Kasus Pembangunan DP 0%
- Dst
Kasus-kasus diatas Penanganan sengaja dilakukan dengan lambat, karena berhubungan erat dengan politikus, sebahagian menunggu perkembangan Capres Tahun 2024, kasus diatas menciptakan pertarungan antar lembaga negara, demi keinginan penguasa lembaga negara tersebut, sebahagian kasus dibeberkan kepada masyarakat melalui buzzer dengan harapan mendapat dukungan, bila kasus tersebut mendapat dukungan maka akan segera ditindaklanjuti, namun penuntasannya tidak dilakukan secara serius sebab penuntasannya harus sesuai dengan pesanan siapa saja yang harus dikorbankan.
Seperti kasus impor-ekspor mas, tambang ilegal mas, yang sudah terjadi mulai tahun 2010 sampai 2022, baru ditangani tahun 2023, padahal pada tahun 2021 telah terbongkar kasus impor mas dari singapura senilai Rp 47.1 triliun, namun Kejaksaan Agung menghentikan kasus tersebut, setelah heboh dengan kasus Capres Kejagung membuka kembali kasus tersebut, Kasus pengadaan helikopter di tubuh Polri yang menghabiskan uang negara sebesar Rp 2.5 trilliun dapat aman dikarenakan tidak terlibat dalam politik maupun Capres. Kasus korupsi di Kominfo yang terbongkar pada awal tahun 2022, baru dijadikan tersangka setelah partai tempat menteri bernaung menetapkan Capresnya.
Sikap dan perilaku tersebut membuat hancurnya sistem hukum, politik dan ekonomi, maupun lembaga negara, hal tersebut suatu bukti bahwa pemerintah negara tidak berjalan sesuai dengan Pancasila, Pembukaan, serta pasal demi pasal UUD 1945.
Karawang, Bekasi 21 Mei 2023
Tom Pasaribu S.H, M.H.