Arief Hidayat, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), mengatakan, ”Indonesia sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja di berbagai sektor, dan sistem tata negara sudah jauh dari amanat pembukaan UUD 1945”, pada acara Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN) kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada hari Rabu 25 Oktober 2023 di Jakarta.
Bahkan menurut Arief Hidayat, segelintir orang ini mempunyai tangan-tangan di legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Lebih jauh Arief mengakui bahwa pada Rezim Soekarno yang kita kenal dengan orde lama, maupun era Soeharto rezim orde baru tidak ada kekuatan ditangan-tangan tertentu.
Sepertinya Arief Hidayat mengeluarkan pernyataan diatas atas kekecewaannya terhadap roda pemerintahan serta lembaga Mahkamah Konstitusi yang membuat keputusan yang bertentangan dengan UUD 1945 atas dikabulkannya permohonan batas Usia Calon Presiden Usia 40 tahun dengan embel-embel.
Yang pasti pernyataan Arief Hidayat sebagai hakim MK tidaklah sebuah pepesan kosong atau hoax, tentang kekuatan dan kekuasaan segelintir orang ini. Sebenarnya keberadaan tentang segelintir orang ini bukan baru di Indonesia, pada era orde baru mereka juga sudah eksis namun tidak mampu menguasai Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, karena tidak diberikan ruang dan kesempatan.
Pasca tragedi 98 segelintir orang ini awalnya meminta perlindungan terhadap Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, seiring berjalannya waktu segelintir orang ini menjadi penguasa yang sesungguhnya terhadap Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, karena tidak sungkan membantu dan mengeluarkan biaya yang dibutuhkan para calon legislatif sebagai modal untuk kampanye, demikian juga terhadap Perwira TNI, Polri yang akan sespati atau naik pangkat mulai dari Kolonel sampai Jendral, serta Jaksa, calon Hakim Agung, maupun Kepala pengadilan. Walaupun tidak semua orang mau dibiayai oleh segelintir orang ini.
Sebagai bukti kuatnya kekuasaan segelintir orang ini dapat dilihat dari UU yang disahkan Legislatif, demikian juga seleksi calon Pejabat Lembaga Negara, Hakim Agung, Kapolri, Kejagung, Komisioner KPK, KPU, PPATK, BPK, dan lembaga negara lainnya yang dilaksanakan legislatif, tidak ada yang berani menolak kalau sudah grup segelintir orang ini yang mengusung. Walaupun bertentangan dengan UUD 1945 maupun UU yang berlaku, harus jadi.
Sebenarnya segelintir orang yang disebutkan oleh Hakim Konstitusi tersebut adalah pengusaha yang sudah merintis bisnis mulai era Soekarno, Soeharto sampai sekarang, bedanya pada era Soekarno dan Era Soeharto mereka tidak memiliki akses penuh atau dapat berkuasa seperti saat ini, yang bisa mengatur dan merubah kebijakan dan keputusan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Segelintir orang ini semakin moncreng dan tidak ada rasa takut semenjak perhelatan Pilkada DKI Jakarta.Tahun 2012, yang kemudian berlanjut pada Pilpres 2014, serta Pilpres 2019, namun pada Pilkada DKI Jakarta 2017 segelintir orang ini gagal menguasai jakarta.
Patut diduga pemaksaan pemenang terhadap salah satu Capres dalam Pilpres Tahun 2019 tidak terlepas dari segelintir orang ini, sudah sangat jelas sesuai dengan bunyi pasal 6A UUD 1945 dan UU No 7 Tahun 2017 tidak ada pemenang Pilpres Tahun 2017, artinya Pilpres harus diulang, namun KPU berani mengeluarkan PKPU No 5 Tahun 2017 untuk menentukan Capres pemenang Pilpres. Apapun upaya yang dilakukan oleh rakyat bila segelinitir orang ini, bergerak dan turun tidak ada pejabat yang berani menolak, sehingga ketika sekelompok rakyat melakukan Uji Materi terhadap PKPU No 5 Tahun 2017 tentang penetapan Pilpres ke Mahkamah Agung, tidak ada keberanian MA untuk melaksanakan Uji Materi terhadap PKPU No 5 Tahun 2017 tersebut sampai saat ini. Begitu besar dan dahsyat pengaruh segelintir orang ini di Indonesia.
Bagi segelintir orang ini, yang disebut hakim MK tersebut uang sebesar Rp 500 triliun tidak menjadi masalah yang penting mereka berkuasa terhadap Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif dengan kata lain mereka yang sesungguhnya pemilik negara Indonesia.
Bila pada saat orasi politik salah seorang calon Presiden mengatakan dikantong jasnya ada uang kurang lebih 11 ribu triliun yang akan ditarik paksa dari luar negeri ke Indonesia bila memenangkan Pilpres 2019, itu memang nyata adanya. Sayangnya pernyataan tersebut hanya untuk manakut-nakuti grup segelintir orang ini, agar tetap mendukung calon Presiden tersebut. Sebab diperkirakan dari 11 ribu triliun uang yang dinyatakan pada saat orasi politik tersebut 7 ribu sampai 8 ribu triliun adalah milik segelintir orang ini.
Program Presiden 3 Periode, Perpanjangan jabatan Presiden, Amandemen UUD 1945 yang sempat ngetren juga tidak terlepas dari segelintir orang ini, gagalnya skenario tersebut memaksa grup segelintir orang ini mencari skenario lain, hal tersebutlah yang mengakibatkan penentuan Capres menjadi lama.
Sepertinya segelintir orang ini mulai khawatir karena skenario demi skenario mulai gagal, dan mereka menemukan skenario terakhir untuk menghadapi Pilpres tahun 2024 dengan harapan berjalan dengan mulus.
Namun sebagai antisipasi penyelamatan kekayaan yang mereka miliki sebahagian uang yang dimiliki telah dipindahkan dari Indonesia kebeberapa negara seperti singapura dan beberapa negara di eropa yang memberikan kemudahan dan kebebasan kepada segelintir orang ini, sangat disayangkan dalam penyelamatan uang tersebut beberapa pejabat tinggi di pemerintahan turut membantu agar TPPU yang dilakukan terlepas dari pantauan rakyat Indonesia. Apakah atas bantuan yang diberikan memiliki syarat harus mendukung salah satu Calon Presiden tahun 2024?
Untuk membongkar segelintir orang yang disebut hakim MK tersebut tidak ada sulitnya bagi pemerintah dan negara Indonesia kalau mau serius, pertanyaannya apakah berani?
Kalau pemerintah tidak berani terhadap segelintir orang ini, berikan mandat ke KP3-I untuk membongkar dan menghentikan permainan segelintir orang ini, mudah-mudahan dalam tempo satu bulan terungkap orang-orangnya dan sebelum Pilpres 2024 semua kasus sudah terungkap dengan data yang akurat.
Sebagai kisi-kisi bagi rakyat Indonesia tentang segelintir orang ini sebagai berikut;
1. Kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan salah satu dari grup segelintir orang ini, dalam kasus reklamasi pantai utara Jakarta, apakah ada keberanian KPK menuntaskan kasus tersebut?
2. Beberapa orang dari grup segelintir orang ini memiliki kewarganegaraan ganda (pemerintah diam)
3. Terlibat dalam kasus minyak goreng (diselamatkan)
4. Terlibat dalam kasus Jiwasraya (diselamatkan)
Bisnis grup segelintir orang ini bergerak dalam bidang media cetak dan online, pertambangan, pengadaan senjata, properti, perbankan, perhotelan, IT, Rumah Sakit, Investasi, Cargo, Gedung Perkantoran, wisata, perkebunan, serta 9 kebutuhan pokok, dll.
Walaupun Komite Pemantau dan Pemberdayaan Indonesia (KP3-I) tidak memiliki data secara menyeluruh terhadap grup segelintir orang ini, secara menyeluruh seperti yang dimiliki KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, namun di yakinkan KP3-I pernah bersinggungan dengan segelintir orang ini.
Sebelum tulisan ini, KP3-I juga sudah berupaya mengingatkan pemerintah negara Indonesia dan grup segelintir orang ini melalui tulisan dengan judul;
1. Tragedi 98 Terulang Kembali?
2. Empat skenario Politik Membawa Rakyat Kejurang Perpecahan
3. Penghianatan Konstitusi dan Pancasila Berjamaah
4. Partai Politik VS Organisasi Relawan
5. Analisa Calon Presiden Tahun 2024
6. Susunan Penguasa Lembaga Negara
7. Membongkar Langkah Catur Politik Jokowi Menuju 2024
8. Surat Terbuka Kepada Presiden
Tulisan ini dibuat sesuai dengan data yang dimiliki KP3-I, sebahagian analisa sesuai dengan pengalaman yang bersinggungan serta berita di media cetak dan online.
Bila ada pejabat atau lembaga Negara maupun Parpol yang benar-benar mau dan ingin menghentikan kegiatan atau permainan segelintir orang ini, sebab perilaku mereka sudah menjajah rakyat secara sadar dengan gaya baru, KP3-I siap mendukung 100%, demi kembalinya marwah Pancasila dan UUD 1945.
Ayo kita rubuhkan tembok yang dibangun oleh segelintir orang ini, bersama-sama agar tidak menjadi budak di negeri sendiri, atau digusur dari tanah yang telah kita miliki dengan alasan investasi seperti yang terjadi di pulau rempang, atau seperti korban kanjuruhan.
#sadarlah
Pantai Indah Kapuk, 26 Oktober 2023
Direktur KP3-I
Tom Pasaribu S.H, M.H.