Sekarang banyak beredar foto tim pemenangan Pilpres Jokowi Tahun 2019 di sosmed, yang berketepatan pada saat itu KPU melakukan hitung cepat rekapitulasi, dalam foto tersebut terlihat sikap khawatir Tim pemenangan Jokowi. Beredarnya foto pemenangan Jokowi tersebut mulai mengusik benak warganet atas kemenangan Jokowi.
Wajar rakyat dan warganet sekarang curiga dengan hasil Pilpres Tahun 2019, karena adanya penguatan atas pernyataan elit-elit politik bahwa Pemilu itu harus curang, bahkan Mahfud MD yang memiliki posisi sebagai Menteri Polhukam menyatakan “Saudara harus siap-siap pemilu, pemilu itu pasti ada curangnya, yang kemarin, yang besok pasti ada curangnya” (Detiknews Selasa 13 Desember 2022)
Bagi saya sendiri kemenangan Jokowi pada Pilpres Tahun 2019 adalah sebuah rekayasa poltik serta penghianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945, demikian juga halnya dengan Pilpres yang akan dilakukan pada Tahun 2024.
Keberanian saya mengatakan Joko Widodo Presiden Indonesia Inkonstitusional terhadap Pancasila dan UUD 1945 dikarenakan Pentepan Perolehan Suara Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam UUD 1945 dalam Pasal 6A dan UU No 7 Tahun 2017 Pasal 416 yang berbunyi;
Pasal 416;
- Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari. jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia
- Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
- Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
- Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih. luas secara berjenjang
- Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumtah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) Pasangan Calon, penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah. perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.
Demikian Perintah UU No 7 Tahun 2017 pasal 416 ayat (1 s/d 5), yang harus dilaksanakan oleh KPU dalam memutuskan pemenang dalam pemilihan Presiden, namun hasil pemilihan Presiden yang dilakukan pada tanggal 17 April 2019 yang hanya diikuti oleh 2 (Dua) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yaitu; Joko Widodo berpasangan dengan Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto berpasangan dengan Sandiaga Uno.
Kedua pasangan calon Presiden pada Pilpres tahun 2019 tidak ada yang memenuhi syarat sebagai pemenang sesuai dengan perintah UUD 1945 pasal 6A serta pasal 416 UU No 7 Tahun 2017 ayat 1 (satu), dimana pasangan calon Presiden tidak ada yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.
Dengan tidak terpenuhinya ayat 1 (satu) maka seharusnya KPU melakukan pemilihan ulang, namun KPU mengambil jalan pintas, yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dengan melanggar perintah UU No 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-undangan pasal 2, 3, 5, 6 dan 7, dengan cara membuat Peraturan No 5 Tahun 2019 Tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, yang menyusupkan 1 (satu) ayat pada pasal 3 (tiga) untuk memenangkan Joko Widodo. Adapun bunyi ayat 7 (tujuh) tersebut sbb; Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih. ( bunyi ayat ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 6A serta UU No 7 Tahun 2011 pasal 416)
Atas PKPU tersebut kami sebagai praktisi hukum melakukan gugatan ke Mahkamah Agung yang teregistrasi dengan Nomor 40.P/HUM/2019 perihal Permohonan Uji Mater Peraturan KPU No 5 Tahun 2019 pasal 3 ayat 7, tertanggal 6 Mei 2019, kami sudah membayar biaya administrasi perkara dengan uang pribadi demi tegaknya hukum sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, namun sampai tulisan ini saya buat Mahkamah Agung tidak pernah membuat putusan atas permohonan gugatan uji materi yang kami lakukan.
Kecurangan Pilpres Tahun 2019 bagi saya adalah suatu hal yang tidak bisa ditolerir karena kecurangan yang dilakukan telah mengubur Pancasila dan UUD 1945 hanya untuk memenuhi nafsu egois dan ketamakan untuk berkuasa, yang mengakibatkan rusaknya demokrasi dan sendi-sendi politik serta kehidupan bernegara.
Yang pasti, hati nurani saya mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia sudah tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945, saya berpandangan demikian atas penanganan kasus hukum yang dilakukan, pemberantasan korupsi, rangkap jabatan, Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, pengelolaan Pendidikan, penanganan Kesehatan, pengelolaan kekayaan alam, serta pengelolaan ekonomi kerakyatan.
Namun saya mendapat ilmu pengetahuan yang baru dari rezim reformasi bahwa Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ternyata dapat digunakan sebagai payung hukum dan benteng untuk mencuri uang rakyat yang dikumpulkan melalui pajak dan utang negara secara terstruktur.
Terimaksih kepada Presiden Indonesia Inskontitusional Bapak Joko Widodo, Lembaga Tinggi Negara, Partai dan Elit Politik, Serta seluruh Lembaga Penegak Hukum, atas ilmu pengetahuan yang baru yang telah diberikan.
Bogor 31 Januari 2023
Tomu Augustinus Pasaribu S.H, M.H