• Profil KP3-I.com
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat dan Ketentuan Penggunaan
  • Contact
Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I)
  • Home
  • Berita
  • Hukum
  • Pajak
  • Politik
  • Arsip Berita
    • 2018
    • 2017
    • 2016
    • 2015
    • 2014
    • 2013
    • 2012
    • 2011
    • 2010
No Result
View All Result
Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I)
  • Home
  • Berita
  • Hukum
  • Pajak
  • Politik
  • Arsip Berita
    • 2018
    • 2017
    • 2016
    • 2015
    • 2014
    • 2013
    • 2012
    • 2011
    • 2010
No Result
View All Result
Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I)
No Result
View All Result
Home Arsip Berita

Pendidikan sebagai Tiang dan Pilar yang Terabaikan

Tom Pasaribu SH.,M.H. by Tom Pasaribu SH.,M.H.
02/08/2021
in Arsip Berita, kp3-iTV, Politik, Slider Utama
0
Pendidikan sebagai Tiang dan Pilar yang Terabaikan
3
SHARES
752
VIEWS
Bagikan Artikel ini

Pemerintah dan pejabat akhir-akhir ini menyatakan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) disaat pandemi covid-19 dikarenakan Sumber Daya Manusia (SDM) rakyat Indonesia yang tidak mumpuni. Dengan alasan tersebut akhirnya pemerintah memberikan izin kepada negara yang berinvestasi di Indonesia membawa tenaga kerja  dari negara yang berinvestasi, hal ini menjadi polemik yang berkepanjangan, sebab pemerintah menyuruh rakyat di rumah dengan alasan untuk memutus mata rantai penularan virus pandemi covid-19, sementara pemerintah membebaskan TKA  masuk indonesia, yang membuat rakyat kecewa dan marah TKA yang masuk saat pandemi covid-19 sangat mengganas, sementara TKA yang masuk dari negara Tiongkok yang sekaligus sebagai negara awal penyebaran pandemi covid-19. Sikap pemerintah seperti menjilat air liur yang sudah dibuang.

Pendidikan adalah tonggak generasi penerus dan sumberdaya manusia, oleh karena itulah dalam Undang-Undang Dasar ditetapkan bahwa Negara dan pemerintah harus bertanggungjawab atas pendidikan, meskipun dalam praktek, pelaksanaan dan kenyataannya dilapangan tidak sejalan dan senafas dengan alinea ke empat UUD 1945 serta pasal 31 ayat 1 s/d 5 boleh dikatakan masih jauh dari harapan.

Adapun hal itu terjadi dikarenakan mahalnya biaya pendidikan yang membuat rakyat sulit mendapatkan pendidikan yang lebih baik, disisi lain jumlah sekolah yang ada saat ini tidak seimbang dengan jumlah rakyat yang membutuhkan pendidikan.

Akhirnya pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta untuk mendirikan dan mengelola sekolah. Sayangnya kontrol pemerintah terhadap sekolah swasta kurang serius dan memadai, sehingga biaya di sekolah swasta sangat mahal. Sebab pemerintah tidak membuat aturan untuk membatasi besar uang pangkal dan iuran bulanan.

Sementara pemerintah asyik kampanye uang sekolah gratis untuk sekolah negeri, namun sekolah negeri yang dimiliki pemerintah tidak sebanding dengan sekolah yang dimiliki swasta.

Untuk mendapatkan kesempatan belajar di sekolah swasta rakyat harus menyediakan biaya yang sangat besar, hanya untuk uang pangkal atau uang pembangunan saja bagi murid baru yang mau masuk sekolah swasta harus menyiapkan uang sebesar 20 juta sampai 50 juta, setiap tahun belum uang SPP per bulannya sebesar 1 sampai 2,5 juta.

Kalau dilihat dari situasi dan kondisi sepertinya pemerintah sengaja membiarkan hal ini terjadi agar rakyat sulit mendapat kesempatan dalam dunia pendidikan, sebab hal ini sudah berlangsung begitu lama.

Bahkan agar sekolah swasta semakin bertumbuh dengan pesat pemerintah memberlakukan sistem yang semakin sulit masuk kesekolah negeri seperti akreditasi dan kuota, pemerintah tidak perduli dengan Hak Konstitusi Rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan murah.

Dengan menjamurnya pendidikan swasta pemerintah tidak lagi membuka sekolah negeri dan universitas yang baru untuk memenuhi Hak Konstitusi Rakyat dalam dunia pendidikan. Pemerintah hanya mengelola sekolah negeri dan universitas yang ada dengan ala kadarnya pula.

Pemerintah tidak menerangkan secara rinci apa fungsi dan manfaat  dari akreditasi dan kuota yang telah diberlakukan, apakah kalau lulusan sekolah akreditasi A dijamin jadi pejabat yang berbudi luhur serta tidak akan korupsi atau sekolah lulusan akreditasi B dan C harus jadi karyawan atau buruh, yang pasti untuk saat ini kemampuan pemerintah hanya mempersulit agar rakyat tidak mendapatkan pendidikan yang baik, terlebih kepada rakyat yang tidak mampu, melalui aturan dan kebijakan.

Untuk jenjang Mahasiswa Pemerintah memiliki Universitas yang bagus dan ternama, namun untuk masuk ke universitas yang baik dan bagus milik pemerintah tidak semudah yang dipikirkan, ada beberapa cara untuk masuk ke universitas milik pemerintah yang pertama masuk tanpa tes, masuk melalui tes, masuk melalui uang pangkal yang begitu besar, bahkan mencapai ratusan juta.

Nah sekarang pertanyaannya, yang membuat Sumber Daya Manusia rakyat Indonesia rendah, rakyat yang tidak mau bersekolah atau karena negara dan pemerintah tidak membangun dan mengelola dunia pendidikan yang baik bagus murah dan terjangkau?

Padahal untuk mengelola dan memajukan pendidikan di Indonesia pemerintah membentuk satu kementerian beserta perangkatnya, bahkan ada program pemerintah wajib sekolah 9 tahun, sekolah gratis, sayangnya tidak dipenuhi dengan insfratuktur dan gedung yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dan Hak Konstitusi Rakyat.

Amandemen UUD 1945 pasal 31 ayat 4 negara dan pemerintah wajib tiap tahun mengeluarkan anggaran dari APBN sebesar 20% untuk pendidikan. Tidak ada juga gunanya anggaran 20% dikeluarkan dari APBN kalau pengelolaan pendidikan alakadarnya seperti sekarang, harusnya dengan adanya anggaran 20% dari APBN untuk pendidikan mutu pendidikan di Indonesia sudah harus mumpuni. Jangan-jangan biaya 20% yang dari APBN habis untuk operasional, gaji, honor dan memenuhi alat kantor di kementerian.

Yang paling asyik, meskipun disaat pandemi covid-19 ini.  Pemerintah melarang siswa-siswi TK, SD, SMP, SMA, Mahasiswa tatap muka disekolah maupun univetsitas, karena pandemi Covid-19, anak sekolah harus belajar daring dari rumah, tetapi dalam hal bayar membayar pemerintah tidak membuat aturan yang baru,  tetap sesuai aturan dan jadwal untuk murid baru yang masuk sekolah swasta, wajib membayar uang pangkal/pembangunan. Padahal mereka tidak memakai fasilitas sekolah, iuran bulanan pun tetap naik.

Apakah Menteri dan seluruh jajarannya tau dan mengerti dengan hal tersebut diatas? Hanya ada dua kemungkinannya, tau tapi tidak membuat kebijakan baru untuk meringankan beban rakyat, atau tau tapi pura-pura tidak tau.

Kalau melihat  ide Menteri Pendidikan yang mau memaksakan anak sekolah tatap muka disituasi dan kondisi pandemi covid-19 semakin tinggi serta tidak menentu, tidak tertutup kemungkinan juga biar generasi penerus Indonesia punah, maupun menurun kemampuannya, sebab tekanan dan rasa frustrasi yang dialami anak-anak saat pandemi ini akan mempengaruhi mental dan pikiran mereka dalam belajar. Setidaknya sebuah kenangan pahit “Generasi korban virus pandemi covid-19”

Pertanyaannya kenapa sekolah swasta setiap penerimaan murid baru diwajibkan membayar Uang Pangkal atau uang pembangunan? Apakah tiap tahun ada pembangunan? Atau semahal apakah pembangunan sekolah swasta? Kenapa Pemerintah dan Menteri Pendidikan membiarkan dan mendiamkannya?

Mungkinkah SDM generasi kedepan akan lebih baik dan maju sesuai amanah Alinea ke empat dan pasal 31 ayat 1 s/d 5 UUD 1945 dapat tercapai, kalau dunia pendidikan dikelola seperti saat ini?

Sayangnya pemerintah dan negara kurang paham dan mengerti bahwa rakyat memiliki Hak Konstitusi yang tidak dapat diganggu gugat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dengan biaya yang murah. Yang harus disiapkan dan disediakan pemerintah dalam situasi apapun. Apakah pemerintah dan negara tidak mampu atau tidak mau menjalankan amanah Alinea ke empat dan pasal 31 ayat 1 s/d 5 UUD 1945, bahwa salah satu tugas dan tanggungjawab negara dan pemerintah adalah mencerdaskan bangsa? kita tunggu jawaban pemerintah.

Dengan situasi ini maka terciptalah generasi karbit-mengkarbit, caci-mencaci, hujat-menghujat, atau generasi aji mumpung, meskipun semua paham dan menyadari bahwa buah yang dipaksa matang dengan karbit akan memiliki rasa yang tidak enak, bahkan akan lebih cepat busuk daripada buah yang matang dipohon.

Kenapa terjadi demikian? Karena pemerintah tidak berniat untuk mencerdaskan bangsa sesuai amanah UUD 1945.

Semoga Tuhan Memberkati Rakyat Indonesia

Penulis;
Tom Pasaribu
Direktur Eksekutif KP3-I
Mahasiswa Ilmu Hukum UKI

Tags: #pendidikan#sistempendidikantiang dan pilarTom Pasaribu
Share9Tweet6SendSendShare2
Previous Post

Vaksin Kosong, Tong Kosong Nyaring Bunyinya

Next Post

Catatan kecil 76 Tahun Rakyat Indonesia Merdeka

Tom Pasaribu SH.,M.H.

Tom Pasaribu SH.,M.H.

Non Government Organization No. Inventarisasi : 104/D.I/2001 No. inventaris BKB-DKI : 41/STTPKO/K/XII/2004 Telepon : 021-22897860

Related Posts

Jokowi Presiden Inkonstitusional
Arsip Berita

Pemerintah Indonesia, Lebih Jahat dan Lebih Sadis Dari VOC Terhadap Rakyat Indonesia

29/06/2025
Arti Dan Makna Pancasila Bagi Negara Indonesia
Berita

Indonesia Dipastikan Tidak Terlibat Perang Dunia Ke III.

25/06/2025
SURAT TERBUKA Kepada Oppung Luhut
Arsip Berita

  Surat Resmi Ke Pemerintahan Belanda

23/06/2025
Tuntaskan Kasus Formula E, KP3i Dorong DPRD DKI Minta Audit Investigasi BPK
Arsip Berita

PRESS RELEASE

21/06/2025
Partai dan Elite Politik Harus Bertanggung Jawab!!
Arsip Berita

SURAT TERBUKA KE PRABOWO

15/06/2025
Kenapa harga BBM tidak turun, meski harga minyak dunia sudah turun
Arsip Berita

Politik Sapu Jagad

09/04/2025
Next Post
Catatan kecil 76 Tahun Rakyat Indonesia Merdeka

Catatan kecil 76 Tahun Rakyat Indonesia Merdeka

https://youtu.be/JTz9zij9Srg
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Adakah Hubungan Kematian Harry Mulyono Dengan Ijazah Palsu?

Adakah Hubungan Kematian Harry Mulyono Dengan Ijazah Palsu?

26/10/2022
PENGUASA MEGA PROYEK DI POLRI DAN BIN

PENGUASA MEGA PROYEK DI POLRI DAN BIN

29/12/2022
PENGUASA MEGA PROYEK DI POLRI DAN BIN

Membongkar Gurita Bisnis Yang Dilindungi Polri, KPK, Kejaksaan dan BIN

16/01/2023
(RMOL Jakarta) KP3-I Desak PBB Buktikan Covid-19 Bukan Senjata Biologis

(RMOL Jakarta) KP3-I Desak PBB Buktikan Covid-19 Bukan Senjata Biologis

26/10/2020
Jokowi Presiden Inkonstitusional

Pemerintah Indonesia, Lebih Jahat dan Lebih Sadis Dari VOC Terhadap Rakyat Indonesia

0

Fenomena Urbanisasi Pasca Lebaran; Transfer Orang Miskin Ke Kota

0

Soal Plt Pimpinan KPK, Tim Lima Serahkan Nama ke Presiden

0

“Selamatkan Century, Hukum Sudah Kiamat”

0
Jokowi Presiden Inkonstitusional

Pemerintah Indonesia, Lebih Jahat dan Lebih Sadis Dari VOC Terhadap Rakyat Indonesia

29/06/2025
Arti Dan Makna Pancasila Bagi Negara Indonesia

Indonesia Dipastikan Tidak Terlibat Perang Dunia Ke III.

25/06/2025
SURAT TERBUKA Kepada Oppung Luhut

  Surat Resmi Ke Pemerintahan Belanda

23/06/2025
Tuntaskan Kasus Formula E, KP3i Dorong DPRD DKI Minta Audit Investigasi BPK

PRESS RELEASE

21/06/2025

Recent News

Jokowi Presiden Inkonstitusional

Pemerintah Indonesia, Lebih Jahat dan Lebih Sadis Dari VOC Terhadap Rakyat Indonesia

29/06/2025
Arti Dan Makna Pancasila Bagi Negara Indonesia

Indonesia Dipastikan Tidak Terlibat Perang Dunia Ke III.

25/06/2025
SURAT TERBUKA Kepada Oppung Luhut

  Surat Resmi Ke Pemerintahan Belanda

23/06/2025
Tuntaskan Kasus Formula E, KP3i Dorong DPRD DKI Minta Audit Investigasi BPK

PRESS RELEASE

21/06/2025
Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I)

Hubungi Kami

GEDUNG KEDAI TEMPO

Jl. Utan Kayu Raya No.68H, RT.13/RW.6,
Kel. Utan Kayu Utara, Kec. Matraman. Jakarta Timur.
DKI Jakarta – Indonesia.
Kode pos : 13120

”KP3-I [email protected]

”KP3-I (+6221) 22897860

”KP3-I
+62 812 8236 6843

Ikuti Kami

Tiktok KP3-I

Ikuti TikTok KP3-I

Tweet info KP3-i

Tweets by kp3_i

  • Profil KP3-I.com
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat dan Ketentuan Penggunaan
  • Contact

Copyright © 2020 - Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I).

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Hukum
  • Pajak
  • Politik
  • Arsip Berita
    • 2018
    • 2017
    • 2016
    • 2015
    • 2014
    • 2013
    • 2012
    • 2011
    • 2010

Copyright © 2020 - Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I).